Copyright © 2003 Lampung Post. All rights reserved. Senin, 19 September 2005 |
Kolastra Juarai Liga Teater |
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Teater Kolastra SMAN 9 Bandar Lampung menjadi grup terbaik pada Liga Teater SLTA 2005 yang digelar di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Lampung, 12--18 September 2005. Sementara terbaik kedua diraih Teater Pelopor SMA Perintis Bandar Lampung dan terbaik ketiga diraih Sanggar Handayani SMAN 7 Bandar Lampung. Sedangkan grup teater terfavorit diraih Teater Soedirman 41 asal SMAN 1 Bandar Lampung. Selain itu, acara pengumuman yang digelar dalam acara penutupan yang digelar Minggu (18-9), juga diumumkan para pemain terbaik. Aktor terbaik diraih Syamsul Bachri dari Teater Soedirman 41 dan aktris terbaik diraih Noversi asal Sanggar Handayani. Lalu pemeran pembantu pria Wahyu Emir Zayadi dari Teater Kolastra, dan pemeran pembantu wanita Nesti Hariyanti dari Teater Saraswati SMAN 1 Gadingrejo. Dalam acara tersebut juga dipilih penata musik terbaik dan penata rias serta kostum terbaik yang keduanya diraih Teater Pelopor. Teater Asy'ariah asal MA Al-Asy'ariah Panjang meraih juara penata panggung (setting) terbaik. Ucok Hutasuhut, salah seorang dewan juri mengakui permasalahan yang paling utama dari hampir keseluruhan peserta adalah penyutradaraan. "Hampir 90 persen peserta mengalami kelemahan pada permasalahan penyutradaraan ini." Oleh karena itu, Ucok mengharapkan hal ini bisa menjadi perhatian pihak Taman Budaya Lampung. "Karena ternyata banyak sekolah yang sebenarnya ingin mengikuti ajang Liga ini, tapi terganjal tidak ada pelatih teaternya. Mudah-mudahan ini bisa menjadi perhatian Taman Budaya," ujar Ucok yang juga Sekretaris Dewan Kesenian Lampung (DKL). Sementara juri lainnya, Rifian A. Chefy mengatakan berdasarkan pengamatannya ada dua macam peserta yang mengikuti Liga Teater ini. "Pertama, grup yang memang berproses. Grup itu menjadi komunitas, keluarga, dan kebutuhan. Sementara yang kedua, grup yang hanya ada karena ajang liga ini." Chefy juga menilai masih banyak pemain yang terjebak dengan dialog saja. "Ketika mereka tidak berdialog, mereka sama sekali tidak melakukan apa-apa. Baru saat melakukan dialog, mereka berdiri atau berjalan. Padahal seharusnya mereka bisa berperan sesuai karakternya." Dia juga mengatakan belum ada kerelaan peserta dalam berperan. "Jadi mereka belum bisa melepaskan diri memainkan peran yang dibawakannya. "TYO/S-2 |